
Sering dikaitkan orang yang malas bekerja hidupnya akan jadi lebih sulit. Benarkah kemiskininan akibat malas berkerja? Ilmu Sosiologi membagi dua pandangan sebab kemiskinan.
Pertama, kemiskinan dianggap bersumber dari hal hal yang berkaitan dengan karakteristik psikologis kultural individu. Contohnya malas atau tidak punya etos wirausaha. Kedua, kemiskinan muncul dari faktor faktor struktural.
Seperti kurangnya kesempatan dan kompetisi yang terlalu ketat atau tidak memiliki modal usaha. Pakar Sosiologi Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs., M.Si mengatakan, miskin dan malas tidak berhubungan. Pasalnya, kemiskinan terjadi karena faktor faktor yang sifatnya struktural dari pada kultural.
“Kita terbiasa menghakimi orang yang miskin sebagai orang yang malas atau tidak mau bekerja keras. Padahal, jika kita lihat pengemis di pinggir jalan, panas panas, pakai pakaian badut menari nari. Itu kan pekerjaan yang berat sebetulnya,” tutur Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR seperti dikutip dari laman Unair (24/10/2021). Jika dibandingkan, pekerjaan di sektor informal bahkan lebih keras daripada pekerjaan kelas menengah. Namun karena ketidakmampuan pendidikan ditambah minimnya akses jaringan memaksa kaum miskin untuk bertahan.
Sementara itu, sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 2019 lalu mengungkap, anak anak dari keluarga miskin, ketika dewasa akan tetap miskin. Hal itu, jelas Prof Bagong menunjukkan bahwa mata rantai kemiskinan memang sulit diputus. “Karena keluarga miskin tidak memiliki modal ekonomi yang cukup dan tidak sekolah dengan baik, ujung ujungnya dia kembali miskin. Peluang mereka untuk naik kelas tidak bisa ditembus karena tidak punya modal sosial dan ekonomi yang cukup,” paparnya.
Dekan FISIP UNAIR itu juga menyampaikan, selain faktor struktural yang tidak ramah, kebijakan pemerintah bersifat meritokrasi. Di mana belum berpihak untuk melindungi si miskin. Seperti yang terjadi di Kota Bontang.
Pemda melarang waralaba seperti Indomaret dan Alfamart masuk. Hasilnya, usaha usaha kecil dari masyarakat setempat tumbuh. “Kebijakan meritokrasi itu intinya orang miskin diberi bantuan, soal bagaimana mereka bertahan hidup menghadapi struktur yang kompetitif terserah pada semangatnya orang miskin,” imbuhnya.
Prof Bagong menjelaskan, kemunculan istilah miskin sendiri berkaitan erat dengan stratifikasi (Pengelompokkan anggota masyarakat secara vertikal, Red) dan kesadaran kelas. Artikel ini merupakan bagian dari KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.